Yuk Belajar: Belajar di Waktu Kecil Bagaikan Mengukir di Atas Batu, Belajar di Waktu Besar Bagaikan Mengukir di Atas Air >> Yuk Belajar: Tuntutlah Ilmu Dari Buaian Hingga Liang Lahat

Kamis, 02 Mei 2019

Aksara Jawa (Mardikawi)


ꦄꦏ꧀ꦰꦫꦗꦮ
Seiring berkembangnya zaman dan bergantinya waktu, manusia mengalami banyak sekali kemajuan, dari yang sebelumnya belum mengenal aksara (pra-sejarah) sampai dibuatnya aksara untuk merekam peristiwa-peristiwa dan menyampaikan pesan-pesan secara tertulis, sehingga dengan begitu akan dapat dipahami oleh siapa saja bahkan oleh ribuan generasi ke depannya.

Di Indonesia, aksara latin pun telah mengalami perubahan, yaitu sebelumnya menggunakan ejaan yang belum disempurnakan (ejaan van ophuijsen),[1] kemudian berkembang menjadi ejaan suwandi, dan akhirnya jadilah ejaan EYD yang digunakan pada saat ini.

Begitu pula dengan Aksara Jawa (ꦄꦏ꧀ꦰꦫꦗꦮ), setidaknya Aksara Jawa telah mengalami tiga kali perubahan. "Ejaan" dalam istilah bahasa jawa disebut dengan "paugeran", paugeran Aksara Jawa yang diajarkan pada saat ini di sekolah-sekolah adalah paugeran KBJ (Kongres Basa Jawa), namun paugeran ini dinilai terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Para budayawan, sejarawan, dan ahli arkeologi lebih suka Aksara Jawa dengan paugeran kuno, yaitu paugeran aslinya. Sebabnya tak lain dikarenakan prasasti-prasasti kuno ditulis dengan menggunakan paugeran ini, yaitu Paugeran Mardikawi (ꦩꦫ꧀ꦢ꧀ꦢꦶꦏꦮꦶ) yang diadaptasi dari sistem tata tulis Aksara Kawi (ᩋᨠ᩠ᩇᩁᨠᩅᩥ), adapun pada naskah-naskah yang ditulis dalam bentuk lontar maupun jilid buku sebagiannya menggunakan Paugeran Sriwedari (ꦱꦿꦶꦮꦺꦢꦫꦶ). Pada kesempatan kali ini, akan dipaparkan secara ringkas tentang Aksara Jawa dengan Paugeran Mardikawi maupun Sriwedari

A. Aksårå Nglêgênå (ꦄꦏ꧀ꦰꦫꦔ꧀ꦭꦼꦒꦼꦤ)

Aksara Nglegena artinya aksara-aksara yang masih sendiri, tidak berpakaian, atau tidak memiliki sandhangan.
Pada Paugeran Mardikawi (ꦩꦫ꧀ꦢ꧀ꦢꦶꦏꦮꦶ) semua huruf tergolong dalam nglegena dan tidak mengenal aksara murda atau yang biasa dikenal dengan huruf kapital, prinsip mardikawi serupa dengan aksara-aksara internasional lainnya, seperti aksara Kanji (Cina & Jepang), Hijaiyyah (Arab), Hangeul (Korea), Russia, dan lain-lainnya. Semua huruf memiliki tempat dan cara pengucapannya sendiri tanpa membeda-bedakan dengan predikat kapital.
꧀ꦏ

ka
꧀ꦑ

kha
꧀ꦒ

ga
꧀ꦓ

gha
꧀ꦔ

nga
꧀ꦕ

ca
꧀ꦖ

cha
꧀ꦗ

ja
꧀ꦙ

jha
꧀ꦚ

ña
꧀ꦛ

ṭa
꧀ꦜ

ṭha
꧀ꦝ

ḍa
꧀ꦞ

ḍha
꧀ꦟ

ṇa
꧀ꦤ

na
꧀ꦠ

ta
꧀ꦡ

tha
꧀ꦢ

da
꧀ꦣ

dha
꧀ꦥ

pa
꧀ꦦ

pha
꧀ꦧ

ba
꧀ꦨ

bha
꧀ꦩ

ma
꧀ꦪ

ya
꧀ꦫ

ra
꧀ꦭ

la
꧀ꦮ

wa
꧀ꦯ

sya
꧀ꦰ

ṣa
꧀ꦱ

sa
꧀ꦉ

ꦘ   ꧀ꦘ

jña
ꦐ   ꧀ꦐ

qa
꧀ꦲ

ha
   ꧀ꦬ

lra
ꦤꦾ   ꧀ꦤꦾ

nya
   ꧀ꦭꦼ

   ꧀ꦭꦼꦴ

lêu
Contoh penggunaan Aksara Nglegena dalam sebuah kalimat adalah:
  1. ꦤꦩꦱꦪꦲꦤ = Nama saya Hana
  2. ꦥꦥꦏꦪꦫꦪ = Papa kaya raya
  3. dan lain-lainnya

Menggunakan Pasangan

Pada tabel Aksara Nglegena di atas, ada dua aksara yang ditulis dengan warna hitam dan merah, aksara yang tertulis dengan warna merah adalah Aksara Pasangan. Karena Aksara Jawa ditulis dengan tanpa menggunakan spasi, dan juga tidak diperkenankan untuk menggunakan sandhangan pangku atau biasa juga disebut pangkon ( ꧀), maka aksara pasangan digunakan untuk menggantikan fungsi daripada sandhangan pangku tersebut. Berikut ilustrasi penggunaan aksara pasangan dalam huruf jawa;
Contoh Yang SalahContoh Yang Benar
ꦩꦚ‌ꦗ

Manja
ꦩꦚ꧀ꦗ

Manja
Contoh penulisan Aksara Nglegena berpadu dengan pasangannya;
  1. ꦧꦥꦏ꧀ꦱꦪ = Bapak saya
  2. ꦥꦲꦭꦲꦩ꧀ꦧ = Pahala hamba
  3. ꦩꦱꦏꦤ꧀ꦩꦩꦩꦤ꧀ꦠꦥ꧀ = Masakan mama mantap
Dan masih banyak lagi contoh lainnya

B. Sandhangan (ꦱꦤ꧀ꦢꦔꦤ꧀)

Sandhangan (ꦱꦤ꧀ꦢꦔꦤ꧀) adalah sejenis aksara yang tidak dapat berdiri sendiri, melainkan merupakan tanda baca (atau semacam harokat pada aksara hijaiyyah) yang selalu digunakan bersama dengan aksara dasar. Berikut adalah tabel sandhangan dalam paugeran mardikawi

ka


ki


ꦼꦴ

kêu

ku



kai

ko

kau

k

kang

kah

rka
ꦏꦿ

kra
ꦏꦿꦸ

kru

krê

kya
Contoh kalimat dengan menggunakan tanda baca / sandhangan
ꦧꦸꦝꦶꦥꦼꦫ꧀ꦒ꧀ꦒꦶꦏꦼꦱꦼꦏꦺꦴꦭꦃꦱꦼꦠꦾꦥ꧀ꦲꦫꦶ
Budi pergi ke sekolah setiap hari

C. Aksara Swara (ꦄꦏ꧀ꦰꦫꦱ꧀ꦮꦫ)

Aksara suara/swara (ꦄꦏ꧀ꦰꦫꦱ꧀ꦮꦫ) disebut pula huruf vokal/huruf hidup dalam Aksara Jawa. Fungsi aksara suara sama seperti fungsi huruf vokal dalam aksara Latin, ia dapat berdiri sendiri tanpa adanya huruf konsonan. Berikut ini adalah aksara suara dalam Aksara Jawa:


a


i


i


ī


u


e
ꦄꦼ

ê


o


ai
ꦎꦴ

au
Berikut ini adalah contoh kata yang mengandung Aksara Swara:
ꦭꦠ꧀ = Alatꦏꦺꦴꦫ꧀ = Ekor
ꦏꦤ꧀ = Ikanꦫꦁ = Orang
ꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀= Untukꦎꦴꦫꦠ꧀ = Aurat


D. Angka

Aksara angka digunakan untuk menunjukkan sebuah bilangan, sama halnya dengan angka pada aksara latin, dalam Aksara Jawa, sebuah bilangan angka diapit dengan dua tanda titik (꧇) di kiri dan kanannya. Berikut adalah Aksara Angka 1 sampai dengan 0.
꧇꧑꧇

1
꧇꧒꧇

2
꧇꧓꧇

3
꧇꧔꧇

4
꧇꧕꧇

5
꧇꧖꧇

6
꧇꧗꧇

7
꧇꧘꧇

8
꧇꧙꧇

9
꧇꧐꧇

0
Contoh penulisan angka:
꧇꧑꧙꧙꧖꧇
1996
꧇꧒꧐꧑꧙꧇
2019
꧇꧒꧑꧐꧇
210

E. Sekilas Praktek

ꦥꦝꦲꦫꦶꦩꦶꦔ꧀ꦒꦸꦏꦸꦠꦸꦫꦸ

ꦪꦃꦏꦼꦏꦺꦴꦠ

ꦩꦼꦤꦻꦏꦶꦏꦼꦫꦺꦠ

ꦏꦸꦝꦱꦼꦲꦫ꧀ꦒ꧀ꦒ꧇꧒꧐꧐꧐꧇ꦫꦸꦥꦾꦃ


Pada hari Minggu kuturut ayah ke kota,
menaiki kereta kuda seharga 2000 Rupiah

F. Contoh-Contoh Lainnya

  1. Ibu mencuci baju dengan mesin cuci
    ꦅꦧꦸꦩꦼꦚ꧀ꦕꦸꦕꦶꦧꦗꦸꦝꦼꦔꦤ꧀ꦩꦼꦱꦶꦤ꧀ꦕꦸꦕꦶ
    .
  2. Tulisan ini bagus sekali
    ꦠꦸꦭꦶꦱꦤꦶꦤꦶꦧꦒꦸꦱ꧀ꦱꦼꦏꦭꦶ
    .
  3. Seminar itu dilaksanakan di gedung serba guna
    ꦱꦼꦩꦶꦤꦫꦶꦠꦸꦝꦶꦭꦏ꧀ꦰꦤꦏꦤ꧀ꦝꦶꦒꦼꦝꦸꦁꦱꦼꦫ꧀ꦧ꧀ꦧꦒꦸꦤ
    .
  4. Kemarin aku sempat berkunjung ke rumahnya
    ꦏꦼꦩꦫꦶꦏꦸꦱꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦧꦼꦫ꧀ꦏꦸꦚ꧀ꦗꦸꦁꦏꦼꦫꦸꦩꦃꦚ
    .
  5. Paman membawa oleh oleh dari Semarang
    ꦥꦩꦤ꧀ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦮꦎꦭꦺꦲꦺꦴꦭꦺꦃꦝꦫꦶꦱꦼꦩꦫꦁ
    .
  6. Hari ini kita akan berwisata ke Yogyakarta
    ꦲꦫꦤꦶꦏꦶꦠꦏꦤ꧀ꦧꦼꦫ꧀ꦮꦶꦱꦠꦏꦼꦗꦺꦴꦒ꧀ꦗꦏꦫ꧀ꦡ
Demikianlah penjelasan singkat mengenai Aksara Jawa dengan paugeran aslinya, adapun penjelasan lebih lanjut dapat dilihat dalam buku digital (e_book) Niti Aksara Jawa yang telah dipublikasi pada kesempatan yang lalu.



[1] Contoh ejaan lama adalah seperti berikut ini: "Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia".

5 komentar: